Pagi yang cerah di kota Blitar,
namun udara dingin begitu terasa menusuk tulang. Mungkin bisa dibilang ini
adalah “Winter” nya Blitar. Meski udara tak begitu bersahabat, hal itu tak sedikitpun
menghambat masyarakat Blitar untuk tetap beraktivitas seperti biasanya. Lalu
lalang kendaraan bermotor tetap menjadi penghias suasana dingin pagi ini.
Aktivitas di Pasar Legi nampak begitu sibuk. Tak jauh berbeda seperti yang
rutin dilakukan gadis berjilbab, Nayla namanya. Meski pagi ini udara sedikit
lebih dingin dari biasanya, tak menyurutkan niat Nayla untuk berangkat ke
pasar. Setiap jam 7 pagi dia selalu
membantu orang tuanya untuk membuka kios di pasar. Nayla adalah putri sulung
dari ustadz sekaligus pedagang, Bapak Arif dan Ibu Dewi. Statusnya sekarang
adalah sebagai mahasiswi di Universitas Negeri Malang, karena saat ini sedang
liburan semester, Nayla menghabiskan waktunya untuk membantu orang tuanya. “Nduk,,
tokonya kamu buka dulu ya!! Ayah sama Bunda nanti menyusul”. Perintah Pak Arif
pada Nayla. “enggeh Yah,,, Nayla bidal rumiyen, Assalamu'alaikum”
jawab Nayla sembari beranjak menuju motor kesayangannya menuju pasar.
Sesampainya disana dengan sigap Nayla membuka tokonya dan melayani pembeli yang
mulai berdatangan. Tak lama kemudian Ayah dan Bundanya datang dan membantunya
melayani pembeli.
Hari ini Nayla berencana untuk pergi
ke PBK bersama Sari sahabatnya. Setelah toko terlihat sepi, Nayla meminta izin
pada Ayah dan Bundanya. “Yah,,, Bun,,,,
Nay pamit ten PBK kaleh Sari nggeh??” ucap Nayla lembut. “iyo
Nduk,, tapi wangsulo disek, Bunda mau wes siapne sarapan ”, ucap
Bundanya. “enggeh,, Assalamu'alaikum” balas Nayla sambil mencium tangan
orang tuanya dan pergi.
Sementara itu, di belahan bumi lain
Dafa putra tunggal dari keluarga pengusaha terkenal di Jakarta sedang siap –
siap untuk berlibur. Cowok tampan yang satu ini adalah seorang Mahasiswa
jurusan manajemen di Universitas Indonesia. Liburan semester kali ini Dafa
ingin mencari suasana yang berbeda dari sebelumnya. Biasanya Dafa menghabiskan
waktu liburannya ke luar negeri, namun kali ini dia tertarik untuk mengunjungi
Blitar salah satu kota kecil di Jawa Timur, yang menjadi kota kelahiran tokoh
idolanya Bapak Ir. Soekarno. Dafa berangkat dari Jakarta sekitar jam 6 pagi,
sampai di Bandara Abdurrachman Saleh Malang pukul 9 dan tiba di Blitar sekitar
pukul 11. Tanpa istirahat dulu dia langsung menuju Makam Bapak Ir. Soekarno.
Dafa sangat antusias dengan kunjungan pertamanya kali ini, tak henti – hentinya
Dafa memotret setiap sudut dan suasana baru yang dijumpainya disana. Dia pun
tertarik melihat gedung di sebelah tempat pemakaman Bapak Soekarno, yang di
jadikan sebagai Perpustakaan. Atau lebih di kenal PBK (Perpustakaan Bung
Karno).
Sementara itu Nayla sudah tiba di
perpustakaan sejak jam 10 tadi, namun dia sedang menunggu Sari, namun tak
kunjung datang juga. Sudah satu jam lebih Nayla menunggu Sari di PBK. Nayla pun
memutuskan untuk menelpon Sari. Saking terfokus pada ponselnya Nayla tidak
sengaja menabrak seseorang. Gubraaakkk,,,,,
“Astaghfirullah hal 'adzim,,, maaf,,, maaf,,, gak sengojo”. Ucap Nayla spontan dan tanpa sengaja ponselnya terjatuh. Dafa yang juga terlalu serius mengambil gambar, tanpa sengaja dia menabrak seorang gadis, dan gadis itu menggumam dengan bahasa yang asing baginya. Ponselnya pun juga terjatuh. “oh,, iya gak apa – apa mbak, saya juga yang salah. Tadi saya terlalu asyik memotret dan tidak memperhatikan jalan”, ucap Dafa pada gadis itu. Mereka pun saling meminta maaf, dan tanpa kenalan mereka langsung mengambil ponsel mereka yang sama – sama terjatuh. Tanpa mereka sadari ternyata ponsel mereka telah tertukar. Dan mereka pergi begitu saja tanpa beban.
“Astaghfirullah hal 'adzim,,, maaf,,, maaf,,, gak sengojo”. Ucap Nayla spontan dan tanpa sengaja ponselnya terjatuh. Dafa yang juga terlalu serius mengambil gambar, tanpa sengaja dia menabrak seorang gadis, dan gadis itu menggumam dengan bahasa yang asing baginya. Ponselnya pun juga terjatuh. “oh,, iya gak apa – apa mbak, saya juga yang salah. Tadi saya terlalu asyik memotret dan tidak memperhatikan jalan”, ucap Dafa pada gadis itu. Mereka pun saling meminta maaf, dan tanpa kenalan mereka langsung mengambil ponsel mereka yang sama – sama terjatuh. Tanpa mereka sadari ternyata ponsel mereka telah tertukar. Dan mereka pergi begitu saja tanpa beban.
Tiba – tiba ponsel yang dibawa Dafa
berdering. “Sari??? lho,, nomor siapa ini??? siapa Sari, perasaan teman –
temanku gak da yang namanya Sari deh”, gumam Dafa setelah membaca nama yang
tertera di ponselnya. Sedikit ragu Dafa mengangkatnya. “halo Nay,, sorry
Nay aku gak iso ke PBK, Bapak sama Ibu ku lungo nang Malang, trus
aku nemeni adek” ucap suara gadis di ujung sana. Dafa bingung gadis itu
berbicara dengan bahasa yang tidak terlalu dimengertinya. “maaf,, ini siapa
ya?? ini Dafa, tolong bicara dengan Bahasa Indonesia ya??” ucap Dafa. “lho,,
ini bukan Nayla?? tapi perasaan ini benar nomornya Nayla deh?? Naylanya mana??”
ucap Sari panjang kali lebar. Pertanyaan gadis itu semakin membuat Dafa
bingung, tanpa pikir – pikir lagi dia langsung menutup ponselnya. Dia masih
bingung, apa maksud gadis di telpon tadi. Setelah dia perhatikan benar – benar
ternyata ponsel yang dibawanya bukan miliknya. “Nayla,, pasti ini milik gadis
yang tadi, pasti ponselku tertukar dengan ini”, gumam Dafa. Dan tiba – tiba
ponsel yang dibawanya berbunyi lagi, masih dari nomor yang sama. “heh,, kok kamu
tutup telponku tadi?? dimana Nayla?? jangan – jangan kamu penculik ya???”
cerocos Sari yang mulai khawatir dengan Nayla. “bukan,, bukan,, ini Dafa,
sepertinya tadi ponselku tertukar dengan ponsel temanmu, ini ponsel temanmu aku
bawa, dan ponselku juga dia bawa”, jelas Dafa. “beneran?? jangan bohong ya??
awas kalau bahong aku laporin polisi nanti??” ancam Sari. “iya benar,, aku akan
coba menelpon temanmu itu, tenang saja aku cowok baik – baik kok”, ucap Dafa
meyakinkan Sari. Kemudian dia menutup telpon Sari, dan berusaha menghubungi
ponselnya yang dibawa Nayla.
“oh,, iya ternyata ini bukan
ponselku, ponsel kita tertukar, baiklah aku tunggu di parkiran ujung pasar
cinderamata ya??” ucap Nayla pada Dafa, setelah dia menyadari kalau ponselnya
tertukar. Dafa dan Nayla pun bertemu di parkiran ujung pasar. “maaf ya,, tadi
aku buru – buru, akibatnya ponsel kita tertukar”, ucap Nayla meminta maaf.
“iya,, gak apa – apa, tadi aku juga gak teliti dulu”, jawab Dafa. Nalya
tersenyum manis “oy,, perkenalkan aku,,,”. “Nayla kan???” Dafa memotong ucapan
Nayla. “kok kamu tahu??”, tanya Nayla. “Tadi temanmu kalau gak salah Sari
namanya, telpon di ponsel itu, dan menyebut – nyebut nama Nayla, yah aku
simpulkan aja pasti namamu Nayla, aku Dafa”, ucap Dafa memperkenalkan diri
sambil mengulurkan tangannya. Namun Nayla tidak membalas uluran tangan Dafa dia
hanya mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada sambil tersenyum “salam
kenal” ucap Nayla. Dafa sedikit terkejut dengan sikap Nayla, namun dia
menghormati itu, dia langsung menarik tuluran tangannya “oy,, kamu asli dari
daerah sini kan??” ucap Dafa. “iya,, kayaknya kamu bukan orang sini ya??” jawab
Nayla. “iya,, aku dari Jakarta, aku lagi liburan disini. Oy,, kamu kan asli
Blitar, pasti tahu seluk beluk kota ini, karena aku baru dan sama sekali belum
mengenal kota ini, kamu mau menjadi tour guide ku selama di sini?? tapi
itu jika kamu tidak keberatan”, ucap Dafa sedikit ragu – ragu. “hemm,, bisa
aja, tapi kamu mau pake motor, gimana??” ucap Nayla. “oke,, siapa takut, ya sudah
besok aku tunggu kamu di sini jam 8 pagi ya??” ucap Dafa yakin. “siip,, ya
sudah aku pergi dulu ya?? Assalamu'alaikum,,”, ucap Nayla sembari pergi.
“Wa'alaikum salam”, jawab Dafa. Dafa sedikit kagok menjawab salam Nayla,
karena di Jakarta jarang sekali ada orang yang pergi mengucapkan salam. Bahkan
dirumahnya pun orang tuanya tidak mendidiknya seperti itu. Tiba – tiba Dafa
teringat, semenjak dia sampai dia belum menghubungi Papa dan Mamanya, segera
dia memencet beberapa nomor dari ponselnya dan langsung tersambung dengan
Mamanya. Dafa menjelaskan berbagai alasan kenapa dia telat menelpon sambil
beranjak pergi menuju hotel tempat dia menginap.
Keesokan harinya Dafa tampak begitu
antusias, karena dia bisa keliling kota Blitar, dan bisa lebih mengenal Blitar.
Jam 7 dia sudah selesai mandi dan siap – siap sarapan. Tiba – tiba dia ingin
sekali menelpon gadis yang kemarin, hanya ingin mengingatkan saja. Dia mencoba
mencari nomor gadis itu di Dafatar panggilan terakhir di ponselnya. Untungnya
masih ada, “hai,,,, kamu gak lupa kan??” ucap Dafa pada Nayla di ujung sana.
“oh,, iya gak apa – apa, kamu selesaikan dulu aktivitasmu, nanti kalau sudah
langsung ke tempat kemarin ya??” ucap Dafa lagi. “iya,, wa'alaikum salam”,
lagi – lagi Dafa di buat kagok Nayla, selama ini Dafa belum pernah mengakhiri
telpon dengan salam, namun Nayla kini telah mengajarkannya. Tanpa dia sadari,
dia mulai tertarik untuk mengetahui kesehariam Nayla. Tanpa basa – basi lagi
dia segera menyelesaikan sarapannya dan segera berangkat ke PBK.
“tentu tidak lupa,, tapi aku bantu
Ayah sama Bunda buka kios dulu ya??” ucap Nayla pada Dafa yang ada di ujung
sana. Nayla sedikit kaget Dafa, cowok yang kemarin akan menghubunginya hanya
untuk mengingatkan janjinya kemarin. “sopo nduk??”, tegur Bundanya. “oh,,
niku Bun,, teman baru saking Jakarta, nyuwun Nayla ngerencangi keliling
Blitar, jadi mengke Nay pamit ten PBK maleh??”, jawab Nayla sekaligus
meminta izin. “oh,, iyo nduk gak opo – opo mengko seng ati – ati lho yo??”,
pesan Bunda Nayla padanya. “enggeh bun,,,,”, Nayla tersenyum, dan
kembali melanjutkan pekerjaannya supaya cepat selesai dan segera menepati
janjinya pada Dafa.
Jam 7.30 Nayla dan Dafa sama – sama
berangkat ke PBK, hanya saja Nayla berangkat dari rumah sedangkan Dafa dari
hotelnya. Setelah mereka sampai, mereka langsung menuju tempat kemarin saat
mereka pertama kali bertemu. “hai,,, sudah menunggu lama??” sapa Dafa pada
Nayla. “oh,, belum kok baru aja sampai”, ucap Nayla. “jadi?? kita mulai dari
mana??” tanya Dafa tidak sabar. “hemm,, terserah kamu, kamu sudah tahu semua
tentang PBK ini??” ucap Nayla lembut. “PBK???” kata Dafa penasaran. “ini gedung
ini, namanya Perpustakaan Bung Karno”, jelas Nayla. “oh,, belum semua, kemarin
aku hanya memotren eksteriornya saja”, tegas Dafa. “oke,, kalau gitu kita mulai
dari museum yang itu ya???” ucap Nayla sembari menunjuk sebuah gedung.
“siap,,,” balas Dafa antusias. Nayla menjelaskan semua yang dia ketahui tentang
museum itu, semua benda – benda peninggalan Bapak Soekarno. Dafa terlihat
sangat tertarik pada semua yang dibicarakan Nayla, apalagi menyangkut tokoh
idolanya. Tak henti dia memperhatikan Nayla, dan sesekali melihat benda yang
ditunjuk Nayla. Dan penasarannya memuncak saat Nayla menunjuk salah satu
lukisan Bapak Soekarno, yang mitosnya terlihat ada detak jantungnya. Dafa
memerhatikan lukisan itu lekang – lekang. “hai,, serius amat lihatnya, detak
jantung itu kan cuma mitos Daf??” tegur Nayla pada Dafa yang masih serius
memandang lukisan. “eh,, kamu ngagetin saja Nay, tapi kayaknya beneran
deh, tuh di bagaian dadanya berdetak”, ucap Dafa sambil menunjuk lukisan itu.
“hemm iya sih aku juga pernah lihat, tapi mungkin itu hanya sugesti saja Daf”,
tegas Nayla. “oh,, gitu ya?? tapi memang bener – bener hebat yah Bapak Soekarno
ini, tak salah aku mengidolakannya, ya sudah ayo kita lanjutkan”, ucap Dafa
sambil beranjak pergi. Nayla mengangguk pelan dan mengikuti langkah Dafa.
Kemudian menjelang dhuhur mereka pun melanjutkan perjalanan ke Candi Penataran
yang ada di Desa Nglegok. Dengan dibonceng Dafa menggunakan motor Nayla, mereka
berdua beranjak ke komplek candi penataran. Di tengah perjalanan, Nayla meminta
untuk singgah sebentar di sebuah masjid untuk sholat dhuhur. Dafa menurut saja
apa yang Nayla minta, karena dia juga tidak tahu kemana arah menuju Candi
Penataran. Dan Nayla mengajak Dafa untuk sholat dhuhur dulu. Dafa sedikit
kagok, karena sudah lama sekali dia tidak menginjakkan kaki ke masjid, bahkan
sholat pun jarang sekali dilakukannya. Dengan sedikit canggung Dafa menuruti
permintaan Nayla. Mereka pun menunaikan sholat dhuhur bersama – sama meski
tidak berjama'ah, karena Dafa menolak untuk menjadi imam. Semenjak itu Dafa
mulai semakin tertarik pada kepribadian gadis ini, yang menurutnya sangat jauh
berbeda dengan gadis yang dia kenal di Jakarta. Selesai sholat mereka
melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan diantara mereka tak ada yang berbicara,
semua membisu. Karena merasa tidak enak Dafa mulai mencairkan suasana dengan
memulai suatu perbincangan. “Nay,,, kamu belum makan kan?? gimana kalau kita
makan dulu??” ucap Dafa sedikit malu. “terserah kamu Daf”, jawab Nayla. “kamu
mau makan apa?? bakso, atau apa?? kita berhenti sebentar??” tanya Dafa lagi.
“terserah kamu aja Daf, aku ikut”, ucap Nayla santai. “hemm dari tadi terserah
mulu, ya udah,, kita berhenti di warung depan situ ya, makan mie ayam”, ucap
Dafa. “hemm,,,” tegas Nayla, sambil mengangguk. Mereka berhenti di sebuah
warung dan membeli mie ayam.
Setelah selesai makan mereka
melanjutkan perjalanan ke Candi Penataran. Disana Dafa terlihat sangat
menikmati, meski udara kali ini terasa panas. “Nay,, ini minum, mungkin kamu
haus”, ucapa Dafa menawarkan air mineral. “oh,, iya Daf,, makasih ya,,” balas
Nayla ramah. Di tengah – tengan perbincangan mereka tiba – tiba ponsel Nayla
berbunyi. “Oh,, enggeh Bun,, Nay wangsul sakniki”, ucap Nayla pada
seseorang di ujung sana. Dengan kata – kata yang tidak di mengerti Dafa.
“Dafa,, maaf banget, kayaknya kita harus pulang sekarang deh, tadi Bundaku telpon katanya ada sesuatu kepentingan
mendadak, dan aku harus pulang sekarang”, ucap Nayla dengan nada sedikit
menyesal. “hemm,, gitu ya,, ya udah kita pulang sekarang, tapi besok anterin
aku keliling Blitar lagi ya??”, ucap Dafa. “oke,, tenang saja, ketemu di PBK
lagi ya??”, balas Nayla. “siip,,, ya udah ayo pulang”, tegas Dafa sambil
beranjak pergi disusul Nayla.
Keesokan harinya mereka kembali
bertemu di PBK, kali ini mereka menuju Istana Gebang, rumah kediaman Bung
Karno. Tetap seperti kemarin Dafa masih sangat antusias dengan perjalanan kali
ini. Hal itu terus berjalan selama 4 hari terakhir ini. Sudah banyak tempat
yang dikunjungi Dafa dan Nayla.
Hari ke 5 liburan Dafa di Blitar,
masih tetap ingin keliling – keliling. Namun hari ini ada sedikit hal yang
beda. Hari ini Nayla tidak bisa menemani Dafa, karena di suruh orang tuanya
menjaga kios. “maaf Daf,, hari ini aku gak bisa menemani kamu, aku disuruh
orang tuaku menunggu kios, mereka sedang pergi ke Malang, gimana dong??” ucap
Nayla pada Dafa yang ada di ujung telepon dengan nada sangat menyesal. “beneran
Daf,, gak apa – apa kamu kesini?? ya sudah nanti aku sms - in alamat Pasar Legi
dan kiosnya”, ucap Nayla. Nayla menutup telponnya dan mulai mengetik alamat
kiosnya.
“oh,, begitu ya Nay, gak apa -apa
tapi kalau boleh, aku ke kios kamu ya?? aku temenin sekaligus bantuin, itu sih
kalau kamu gak keberatan Nay??” ucap Dafa pada Nayla. “siip Nay, aku siap –
siap”, ucap Dafa riang. Entah kenapa tiba – tiba Dafa mau menawarkan diri untuk
membantu Nayla, padahal sebelumnya dia sama sekali belum pernah masuk ke pasar
tradisional, tapi kali ini dia sangat tertarik untuk bisa lebih mengenal Nayla
lebih jauh, dan menurutnya ini salah satu caranya. Setelah menerima sms dari
Nayla Dafa segera menuju alamat tersebut.
Sesampainya di pasar, Dafa merasa
sedikit kaget, butuh waktu baginya untuk beradaptasi dengan wilAyah baru. Namun
karena malu dengan Nayla, Dafa berusaha untuk tetap bisa menahan semua rasa
tidak nyaman yang dirasakannya. “Nayla aja bisa tahan kenapa aku tidak??”,
gumamnya dalam hati. Semua rasa tidak nyaman itu hilang ketika Dafa harus
membantu Nayla melayani pembeli, yang lumayan banyak. Ini pengalaman baru
baginya, berjualan di pasar. Tapi tiba – tiba langkah Nayla sedikit gontai,
Nayla merasa pusing dan hampir saja terjatuh. Untung saja Dafa dengan sigap menangkapnya.
“eh,, Nay,, kamu kenapa??” ucap Dafa kaget. “Astaghfirullah hal'adzim,, maaf
Daf, sudah merepotkanmu”, Ucap Nayla begitu dia tersadar sudah berada dipelukan
Dafa dan langsung mencoba menghindar. “Nay,, pasti kamu kecapekan, kamu
istirahat dulu gih, biar aku yang melayani pembeli”, ucap Dafa lembut. Nayla
mengangguk pelan. Setelah toko mulai sepi Dafa menghampiri Nayla, “Nay,, gimana
udah mendingan kan??” ucapnya penuh perhatian. “sudah Daf,, makasih banyak ya,
kamu sudah bantu aku menjaga toko”, ucap Nayla. “iya,, itung – itung kan ini
balas budi, karena kamu sudah menemaniku beberapa hari ini”, jelas Dafa.
Tiba – tiba Ayah dan Bunda Nayla
tiba. “Assalamu'alaikum,,,” ucap Ayah Nayla sedikit mengagetkan Dafa dan
Nayla yang sedang asyik berbincang. “Wa'alaikumsalam,,,” jawab mereka
berdua kompak. “Ayah,, Bunda,,, mpun wangsul to??” ucap Nayla. “huh,,
lagi – lagi bicara yang tak ku mengerti” gumam Dafa dalam hati. “iki sopo
nduk??” tanya Ayah Nayla sambil menunjuk Dafa. Dafa sedikit salah tingkah.
“oh,, ini teman Nay Yah,, dari Jakarta Dafa namanya, dia mboten saget bahasa
jawa??” ucap Nayla mencoba menjelaskan. Dafa meraih tangan Ayah dan Bunda
Nayla dan bersalaman sambil memperkenalkan diri, “Dafa Om,, Tante,,, maaf saya
tidak bisa bahasa jawa”. Ayah dan Bunda menyambut baik Dafa, dan memaklumi
keadaannya yang tidak bisa berbahasa jawa, “iya nak,, gak apa – apa”, tegas
Bunda Nayla ramah. Dafa merasa lega dapat diterima dengan baik oleh keluarga
Nayla. “oy Bun,, ini tadi Nayla di bantu sama Dafa buat jaga kios, tadi Nayla
hampir pingsan mungkin karena kecapekan”, ucap Nayla menceritakan semua yang
terjadi tadi. “terima kasih sekali ya Le,, oy, 'Le' itu panggilan
buat anak laki – laki, gak apa – apakan Om panggil kamu seperti itu”, jelas
Ayah Nayla, senang karena Dafa sudah membantu putrinya. “oh,, tentu tidak apa –
apa Om,, Dafa senang”, tegas Dafa. Mereka semua larut dalam perbincangan yang
penuh dengan kehangatan. Dafa merasakan rasa kekeluargaam yang besar dari
keluarga Nayla ini, karena selama dia di rumah, Mama dan Papanya jarang sekali
mengobrol hangat seperti yang dirasakan saat ini. Dafa jadi merasa rindu dengan
Mama dan Papanya. Menjelang dhuhur, Dafa meminta izin berpamitan pulang, namun
di cegah oleh Ayah Nayla. “Sebentar to Le,, kita sholat jama'ah dulu”,
ajaknya. Karena Dafa tidak enak untuk menolak ajakan Ayah Nayla Dafa memutuskan
untuk sholat dhuhur dulu lalu pulang. Ini satu hal lagi yang tak pernah
dirasakan Dafa di rumah, keagamaan yang kental. Dafa merasa iri sekali dengan
keluarga Nayla, dia berharap keluarganya bisa seperti keluarga Nayla di sini.
Selama hampir seminggu di Blitar,
Dafa merasakan banyak hal positif yang dia dapat, apalagi setelah berteman
dengan Nayla dan bisa mengenal Nayla beserta keluarganya lebih dekat. Malam
minggu ini Dafa berencana mengajak Nayla untuk melihat Blitar waktu malam dan
mentraktirnya makan buat tanda terimakasih atas selama ini. Ingin membuat kejutan
buat Nayla Dafa tak memberitahu Nayla, kalau dia akan datang ke rumahnya. Dafa
pun meminta alamat rumah Nayla melalui Sari teman Nayla. Dafa datang kerumah
Nayla, “Assalamu'alaikum,,,” ucapnya sedikit ragu. “Wa'alaikum salam”
jawab Ayah Nayla di balik pintu. Dafa merasa semakin grogi, ketika pintu
dibuka, groginya bertambah, karena yang membukakan pintu Ayah Nayla. Sebelumnya
dia tak pernah melakukan ini, karena belum pernah dia mengajak cewek, tapi
malah dia yang sering diajak cewek. “Oh,, Dafa,,, silahkan masuk Le,,,
Nayla masih ngaji dikamar, sebentar ya Om panggilkan dulu”, ucap Ayah Nayla
ramah, sambil mempersilahkan Dafa masuk rumah. “oh,, iya Om,, terimakasih”,
ucap Dafa sedikit lega. Samar – samar Dafa bisa mendengar suara orang yang
sedang mengaji. “pasti itu Nayla yang sedang mengaji, suaranya indah banget??”
gumam Dafa pada diri sendiri. Hati Dafa serasa damai mendengar Nayla mengaji,
suaranya merdu sekali dan sangat menenangkan. Dafa semakin mengagumi Nayla,
“waw,, benar – benar gadis yang cantik, lahir dan batinnya, ingin ku punya yang
seperti itu” gumam Dafa. “kenapa Le?? ingin yang seperti itu
apa??sebentar ya, Nduk tadi ngaji, terus sekarang sekalian sholat”,
tegur Ayah Nayla sedikit membuat Dafa kaget sekaligus menyadarkannya. “Om,, mengagetkan saja, iya Om,, gak apa –
apa, oy Om sekalian Dafa mau minta izin, mau mengajak Nayla jalan – jalan malam
ini, mau lihat alun – alun”, ucap Dafa sekaligus minta izin pada Ayah Nayla.
Ada sedikit keraguan di hatinya, takut tidak diizinkan, namun kekhawatirannya
tidak terbukti. Ternyata Ayah Nayla mengizinkan mereka berdua pergi. Ayah Nayla
percaya pada Dafa kalau dia memang anak yang baik, yang akan menjaga putrinya,
namun ada syaratnya. Mereka berdua harus mengajak Haikal adik Nayla, supaya
tidak menimbulkan fitnah. Syarat itu tak membuat Dafa mengurungkan niatnya. Dia
malah menyambut persyaratan itu dengan senang hati. “Dafa??? tahu rumahku
darimana??” ucap Nayla mengalihkan pembicaran dua laki – laki itu. “hehe
Nayla,, tadi aku minta ke Sari, oy kamu sekarang ada waktu kan?? aku traktir??”
ucap Dafa yakin. “ha?? traktir?? sekarang???” jawab Nayla ragu, sambil melirik
ke Ayahnya. “gak apa – apa Nduk, kamu ganti baju sana, tapi adikmu ikut
ya??” ucap Ayah Nayla, seakan tahu yang dimaksudkan anaknya. “mengajak Haikal
Yah?? kamu bagaimana Daf??” ucap Nayla takut Dafa tidak nyaman dengan
permintaan Ayahnya. “gak apa – apa Nay, tadi Om sudah bilang kok”, ucap Dafa
tenang. “oh,, ya sudah bentar, aku ganti baju dulu”, ucap Nayla. Dafa
mengangguk. Beberapa menit kemudian mereka berdua dengan Haikal berangkat
menuju alun – alun. Kali ini mengendarai mobil yang disewa Dafa khusus untuk
malam ini. “Daf,, kamu dapat mobil dari mana??” tanya Nayla membuka
pembicaraan. “oh,, ini tadi aku pinjam ke rental, gak apa – apa kan sekali –
kali naik mobil. Lagian ini kan malam, dingin kan??”, jawab Dafa santai. “bener
juga, sekarangkan udara Blitar lagi dingin – dinginnya, ya ini 'winternya
Blitar'”, ucap Nayla lebih kepada dirinya sendiri. “iya,,, sayangnya saljunya
gak mampir kesini ya??”, ucap Dafa. “hemm iya, mungkin malam ini akan lebih
indah jika salju turun”, jawab Nayla. Dafa mengangguk, sambil mengemudikan
mobil sesekali dia memandang wajah Nayla, tenang dan seakan tak mau berhenti
memandang wajah itu meski sedetikpun. “kak,,, kita mau kemana??” tanya Haikal
polos, menyadarkan Dafa yang asyik memandang Nayla. “oh,, kita ke alun – alun
Dik,,, nanti kakak traktir semua yang kamu mau”, jawab Dafa. “beneran kak??
hore,,, nanti aku mau es krim,,, siomay,,,” ucap Haikal girang. “Ikal,,, gak
boleh seperti itu, kasihan kak Dafanya harus membayar semuanya, jajan kamu kan
banyak??” tegur Nayla pada Haikal yang sedikit mengurangi kegirangannya. “udah
Nay,, gak apa – apa,, tadi aku kan bilang mau mentraktir”, ucap Dafa tenang. “tuh,,
kak Dafanya aja gak keberatan kakak kok malah yang repot sih?? kakak gak mau
perhatian kak Dafa teralihkan padaku ya???” goda Haikal. “husss,, apa – apaan
kamu ini,,” ucap Nayla malu – malu. Dafa tersenyum melihat tingkah kakak beradik ini. Setibanya di Alun – alun,
Haikal langsung pergi ke penjual siomay dan memasan siomay kesukaannya. Dafa
dan Nayla hanya tersenyum melihat tingkah Haikal. “maafkan adikku ya Daf,,
morotin kamu nih jadinya??” ucap Nayla. “morotin apa?? gak lah, sudah lah
anggap aja aku kali ini lagi banyak duit dapat dari undian”, ucap Dafa santai.
Nayla tertawa ringan. Mereka menghampiri Haikal yang sedang menunggu
pesanannya, dan mereka juga memutuskan untuk ikut memesan siomay yang sama.
Sejenak terjadi kebekuan diantara mereka. Mungkin sama – sama grogi, karena ini
pertama kalinya Nayla jalan sama cowok di malam minggu. Begitu juga Dafa, ini
pertama kalinya dia mengajak cewek jalan. “Nay,,,” ucap Dafa mencairkan
suasana. “iya,, kenapa Daf??”, ucap Nayla. “kehidupan kamu itu seperti ini
ya???” tanya Dafa. “maksudnya??” balas Nayla. “gini, sehari – hari yang kamu
lakukan itu seperti ini, maksudnya?? kamu bantu Ayah sama Bundamu, mengaji dan
selalu taat beribadah”, jelas Dafa. “oh,, iya memang inilah kegiatanku Daf jadi
pedagang kasarnya, kalau tidak liburan aku ya jadi mahasiswi, kalau masalah
ibadah, itu sih sudah kebutuhan Daf, kebutuhan untuk menjalin hubungan sama
Allah”, ucap Nayla santai. “hemm,, aku iri Nay,, kamu punya keluarga yang
sempurna, penuh dengan kebahagiaan, dan sangat religius, beda dengan
keluargaku. Mereka lengkap, tapi aku jarang sekali merasakan kehadiran mereka,
mereka sibuk dengan bisnis, ibadahpun jarang. Jadi tidak salah kalau aku pun
juga jarang Sholat”, jelas Dafa. “hemm,, masih belum ada kata terlambat untuk memperbaikinya
Daf, kamu harus bisa jadi contoh buat mereka, kamu harus lebih meningkatkan
ibadahmu”, tegas Nayla. “iya Nay,, akan aku coba, tapi jujur aja, kamu yang
sudah mengajariku banyak hal, terimakasih ya??” ucap Dafa.
“terimakasih
buat??” tanya Nayla. “buat semuanya, udah menjadi teman selama di Blitar,
mengajari banyak hal tentang Islam, yang sebelumnya asing bagiku”, tegas Dafa.
“sama – sama Dafa,, kamu kan sudah membayarnya dengan ini semua??”, ucap Nayla
santai sambil menelangkupkan tangan ke badan. Nampaknya Nayla sudah mulai
merasa kedinginan. Dafa menangkap suasana yang dirasakan Nayla “kamu kedinginan
Nay, ini pakai jaketku” ucapnya sambil melepas jaket dan mengulurkannya pada
Nayla. Nayla sedikit kaget dengan uluran jaket dari Dafa. Tak menyangka cowok
disampingnya ini ternyata sweet juga, dengan sedikit ragu Nayla
menerimanya. “makasih Daf,,” ucap Nayla pelan. Dafa tersenyum “oy,, ayo foto –
foto dulu buat kenang – kenangan kita di Blitar, Haikal ayo sini kita foto
dulu” teriak Dafa pada Haikal yang sedang asyik menikmati siomay. Meraka
bertiga larut dalam kegembiraan, dan Dafa mengabadikan semua momen itu di
kamera kesayangannya. “Nay,,,” ucap Dafa pelan. “iya Daf,, kenapa??” jawab
Nayla santai. “malam ini sekalian aku mau pamit, besok aku mau pulang ke
Jakarta, Mamaku kemarin telpon dan menyuruhku cepat pulang. Padahal masih
sangat banyak yang ingin aku tahu tentang Blitar, tapi mau bagaimana lagi.
Sekali lagi terimakasih Nayla, dengan senang hati kamu mau menemaniku mencari
tahu sebagian kecil dari Blitar ini. Aku senang bisa kenal kamu, kamu itu gadis
yang berbeda dari kebanyakan gadis yang ku kenal”, ucap Dafa dengan sedikit
berat hati. “oh,, iya Daf,, sama – sama, jadi kamu besok mau pulang?? jam
berapa??” ucap Nayla. “besok jam 8 aku berangkat ke Bandara Abdurrachman
Saleh”, jawab Dafa. “hemm gitu,, tapi maaf ya Daf,, aku besok gak bisa
mengantarkan kamu”, ucap Nayla menyesal. “alah,, gak usah gak apa – apa Nay,,
merepotkan kamu nantinya. Tapi tenang saja Nay, Insya Allah aku akan
kembali kesini”, ucap Dafa ceria. “oke Daf,, aku tunggu kedatanganmu lagi ya,, don't
forget me!!” ucap Nayla sedikit berat. Entah kenapa, tapi baru kali ini dia
berat ditinggalkan seorang cowok, sebelumnya belum pernah memang. “pasti itu
Nay,, oy udah malam kayaknya, kamu juga udah kedinginan, kita pulang ya??” ajak
Dafa. Mereka pun mengajak Haikal dan beranjak pergi meninggalkan Alun – alun
Kota Blitar. Dan malam itu adalah malam yang sangat mengesankan bagi mereka
berdua. Malam minggu yang manis.
Keesokan harinya
Dafa pulang ke Jakarta dan Nayla menjalani hari seperti biasanya. Namun hari
ini ada rasa kehilangan yang sama di hati mereka. Selama perjalanan, Dafa tak
berhenti mengingat momen indahnya di Blitar bersama Nayla melalui kamera
kesayangannya. Begitu pun Nayla, kenangan manis dan singkatnya bersama Dafa
selalu terbayang di benaknya. Mereka sendiri tidak mengerti arti semua ini.
Hari ini tepat
seminggu semenjak kepulangan Dafa. Akhir – akhir ini Nayla memang lebih sering
pusing dan tiba – tiba mimisan. Ayah dan Bundanya khawatir dengan kondisi
putrinya, mereka mengajak Nayla untuk periksa kedokter. Nayla tidak tahu sakit
apa sebenarnya yang dia alami sekarang, dan dokter menganjurkan dia untuk tes
darah. Dan tes labaratorium telah selesai dan bisa dilihat hasilnya. Bunda
Nayla tiba – tiba menangis setelah membaca hasil tes tersebut. Semakin membuata
Nayla penasaran. Setelah Nayla membaca tanpa sadar surat hasil tes tersebut
terjatuh dari tangan Nayla.
Sementara di jauh sana di hari yang
sama, tiba – tiba Dafa merasakan hatinya terasa sakit. Entah karena apa, namun
tiba – tiba terlintas Nayla dalam benaknya. Prasangka buruk pun muncul di
pikiran Dafa, “Nayla?? ada apa dengan dia?? semoga dia baik – baik saja. Ya
Allah lindungilah Nayla”, gumamnya dalam hati. Setelah kepulangannya dari
Blitar, banyak perubahan pada diri Dafa, kini dia rajin sholat dan tidak pernah
bolong lagi, lebih sopan terhadap orang tua, lebih dewasa dan semakin
menghargai kehidupan. Dan kini pun dia dipilih oleh Papanya untuk menjadi direktur
di kantor cabang. Keluarganya pun kini menjadi lebih hangat dan harmonis. Namun
masih ada satu masalah yang belum dapat diselesaikan Dafa. Nayla, ya ini
masalah Nayla, seminggu terakhir dia selalu memikirkan Nayla, mungkin dia
sedang merasakan rindu. “berada jauh darimu mengajariku arti sebuah kerinduan
Nayla” tanpa sadar terlontar guMaman seperti itu dari mulutnya. “kenapa aku
ini?? apa mungkin ini rasanya jatuh cinta??” tanya Dafa pada diri sendiri. Tiba
– tiba ada bisikan halus, sontak membuat Dafa bangkit dari kursinya. “ya,,,
benar aku telah jatuh cinta pada gadis itu”, ucapnya yakin. Tanpa pikir panjang
lagi Dafa langsung meninggalkan kantornya dan langsung berangkat ke Blitar. Tak
sempat memberitahu Papa dan Mamanya yang masih di kantor, Dafa hanya pamit
dengan mereka lewat telpon.
“Nayla,, I'm back”, gumam
Dafa setelah dia menginjakkan kakinya di Blitar. Tanpa rasa lelah setelah
perjalanan yang lumayan menguras tenaga, Dafa langsung pergi kerumah Nayla.
Tapi kekecewaan yang dia dapatkan, rumahnya kosong. “kemana Nayla ya??”
tanyanya pada diri sendiri. “Mungkin mereka pergi, besok aja aku kesini lagi”,
pikirnya. Dafa langsung pergi meninggalkan rumah itu dan pergi mencari
penginapan. Tak lama setelah Dafa pergi, Nayla dan keluarga tiba dirumah. Tampak
jelas kesedihan di raut wajah keluarga ini. Mereka turun dengan memapah Nayla
yang terlihat sangat lemah. Tak ada yang berbicara di antara mereka selama
perjalanan menuju kamar Nayla. setelah sekian menit sunyi, tiba – tiba ponsel
Nayla berbunyi sedikit mengejutkan semua yang ada di kamar itu. “Assalamu'alaikum
Nay,, bagaimana keadaan kamu?? tadi aku kerumah kamu tapi kayaknya rumah
kamu kosong, besok aku kerumah kamu ya?? ada yang ingin aku sampaikan” ucap
suara di ujung sana dengan ceria. Nayla yakin ini suara yang tak asing baginya,
raut wajahnya berubah sedikit ceria, meski tak bisa dipungkiri bahwa dia
sekarang sedang lemah. “Wa'alaiku salam,,, Alhamdulillah sehat Daf, kamu
sendiri bagaimana??” ucap Nayla dengan suara pelan. “gak kok Daf,, ini cuma sedikit
flu aja, jadi sedikit serak suaranya. Tapi maaf sebelumnya Daf, kamu besok
jangan kemari ya?? gak apa – apa, pokoknya jangan kemari aja, lain kali kita
ketemu ya nanti aku sms kapannya. Udah ya,, Wassalamu'alaikum” ucap
Nayla sedikit terburu – turu tidak mau sampai Dafa mengetahui keadaannya yang
sebenarnya. “Yah,,, Bun,,, Ikal,,, Nay minta tolong jangan sampai Dafa
mengetahui semuanya ini”, ucap Nayla pada seluruh keluarganya. Semua mengangguk
dan peluk hangat mengiringi setelahnya.
“hah?? kenapa tidak boleh Nay??”
tanya Dafa penuh tanya dan sedikit nada kecewa. “wa'alaikumsalam”, ucap
Dafa lemas sambil menutup ponselnya. “Kenapa?? apa yang terjadi pada Nayla,
kenapa aku tidak boleh kerumahnya besok?? aneh??? lalu tadi suara dia kok
berbeda, seperti sedang sakit. Atau jangan – jangan dia sakit??” gumam Dafa
bertanya – tanya pada diri sendiri. “kalau gak boleh kerumahnya besok aku ke
kiosnya aja” ucapnya dengan ceria. Seperti sedang mendapatkan jalan keluar dari
labirin.
Keesokan harinya Dafa datang ke kios
milik Ayah Nayla, namun disana dia tidak menjumpai Nayla, dia hanya bertemu
dengan Ayahnya. Mereka sempat berbincang – bincang sedikit. Kata Ayah Nayla,
saat ini Nayla sedang pergi kerumah bibinya berlibur, dan tidak bisa diganggu.
Dafa sedikit kecewa, namun dia memahami itu. Selama 5 hari dia tidak
menghubungi Nayla, memberikan Nayla watku untuk berlibur. Dia mengisi waktunya
untuk berkeliling Blitar, sekaligus mengenang kenangan bersama Nayla. Tiba –
tiba sebuah pesan memenuhi layar ponselnya. Raut wajahnya yang semula sedikit
buram, kini berubah ceria. Sms dari Nayla, dia mengajak Dafa bertemu di PBK,
tempat mereka pertama kali bertemu dulu. Tanpa menunggu lama Dafa langsung
bangkit dan pergi ke PBK. Menurutnya ini waktu yang tepat dia harus
mengungkapkan perasaannya pada Nayla sekarang.
Selama 5 hari perasaan bersalah
menghantui Nayla, dan hari dia beranikan diri untuk bertemu dengan Dafa. Dia
tidak boleh berbohong terus seperti ini. Dia harus menjelaskan semuanya. Setelah
bertemu, mereka berbincang – bincang melepas kangen. Nayla berusaha bersikap
seperti biasa, meski sebenarnya dia sedang menahan rasa sakit. “Nay kamu kok
pucat, sakit ya??” tanya Dafa. “enggak kok Daf, sehat kok” ucap Nayla pelan.
“oy,,, ada,,,” ucap Dafa dan Nayla tanpa sengaja bersama – sama. Mereka
tersenyum tersipu malu. “kamu aja dulu Daf”, ucap Nayla. “gak apa – apa nih aku
dulu?? gini Nay,, selama aku di Jakarta, aku kok merasakan rindu yang amat
berat padamu, sebelumnya aku belum pernah merasakan seperti ini, kamu itu punya
sesuatu yang bisa membuatku tertarik, tapi aku tidak tahu sesuatu apa itu. Aku
kira aku kena virus cinta kamu Nay, jadi izinkan aku mencintaimu Nayla??” ucap
Dafa tegas. Perkataan Dafa sontak membuat Nayla kaget, kenapa perasaan yang dia
rasakan sama dengan Dafa. Tapi menurutnya semua itu tidak mungkin terjadi,
waktunya sudah sempit. Dia tidak bisa menerima Dafa, dia tidak mau mengecewakan
Dafa. Dia tidak mau Dafa bersedih karenanya. Nayla bingun apa yang harus dia
lakukan. “Nayla,,,” panggil Dafa menyadarkan Nayla dari kemelut yang ada dalam
pikirannya. Nayla tahu apa yang harus dia katakan sekarang “Dafa,,, aku hargai
sekali perasaan kamu, aku berterima kasih kamu mau mencintai gadis kampung
seperti aku yang jelas – jelas jauh berbeda dengan cewek – cewek di kota.
Memang perasaan cinta itu tidak dapat disalahkan. Tapi maaf sekali Daf,,, aku
tidak bisa mengizinkan kamu mencintaiku, karena besok aku akan di Khitbah
seseorang, jadi aku tidak bisa. Maafkan aku Daf,, mungkin hari ini pertemuan
terakhir kita disini di tempat pertama kita bertemu. Aku senang bisa
mengenalmu. Selamat tinggal Dafa,,”, ucap Nayla dengan berat dan terisak sambil
beranjak pergi meninggalkan Dafa yang masih duduk terpaku sendiri.
Hari ini Dafa merasakan seperti apa
petir yang menyambar dirinya. “Nayla besok di Khitbah?? aku terlambat??
bodohnya aku, kenapa gak dari dulu aku menyadari perasaanku??” gumamnya mulai
menyalahkan diri. Tubuhnya mulai merasakan lemas, terlebih lagi jantungnya
seperti tak bisa berdetak lagi. Dafa baru mulai melangkah meninggalkan
tempatnya setelah langit kota Blitar ikut menangis bersamanya. Dengan tubuh
yang lesu Dafa kembali ke penginapan, dan dia langsung mengambil wudhu. Dia
yakin sholat adalah cara ampuh untuk mengobati rasa sakitnya. Diatas sajadahnya
Dafa menangis mengadu kepada pemilik kehidupan. Setelah selesai acara curhat
langsungnya bersama Allah, Dafa mulai membaca Al – Qur'an. Dan benar hatinya
terasa jauh lebih tenang. Kini dia mulai punya roh lagi untuk hidup, meski
hatinya masih terkoyak, tapi dia percaya rencana Allah akan jauh lebih indah di
balik ini semua.
Keesokan harinya Dafa berencana
untuk pulang ke Jakarta, karena keberadaannya di Blitar sudah tak penting lagi,
dia juga tidak sanggup melihat pujaan hatinya di Khitbah lelaki lain, bukan
dirinya. Namun dia memutuskan untuk pergi ke PBK dulu untuk mengucapkan selamat
tinggal pada tempat penuh kenangan baginya yang sudah menjadi saksi
pertemuannya dengan Nayla. Mungkin setelah ini Dafa tak akan lagi menginjakkan
kaki di Blitar, karena terlalu banyak kenangan di sini dan akan sulit baginya
untuk melupakan Nayla. Blitar selamanya akan jadi kota termanis baginya. Namun
di tengah perjalanannya, karena Dafa mengendarai mobil sewaannya dengan sedikit
tidak konsentrasi, akhirnya Dafa menabrak seorang bapak – bapak yang sedang
menyebrang. Bapak – bapak itu pingsan dan terluka ringan. Dafa dengan sigap
membawa bapak itu ke RS.
Ternyata dihari dan RS yang sama
Nayla juga sedang menjalani kemotherapy. Tanpa sengaja Dafa bertemu
dengan Ayah dan Bunda Nayla yang sedang menunggu Nayla yang tengah menjalani therapy.
“Assalamu'alaikum, Om,, Tante, disini juga??” tegur Dafa. “wa'alaikumsalam,
lho kamu Le, kamu kok juga ada disini?? kamu sakit??” jawab Ayah Nayla.
“oh,, tidak Om, tadi ada sedikit musibah, Dafa menabrak orang, tapi Alhamdulillah
lukanya hanya ringan dan sudah boleh pulang. Lalu Om,, sama Tante disini,
siapa yang sakit Om?? Nayla ya Om??”, jelas Dafa sekaligus bertanya penasaran.
Ayah dan Bunda Nayla bingun harus berbicara apa pada Dafa, karena mereka sudah
diminta Nayla untuk merahasiakan sakitnya, tapi mereka tidak tega melihat Dafa
yang terlihat khawatir dengan keadaan Nayla. “Om,, Tante???” tegur Dafa
menyadarkan Ayah dan Bunda Nayla dari pikiran mereka masing – masing. “eh,, iya
Le,, Nayla sakit”, jawab Bunda Nayla. “Astaghfirullah hal 'adzim,,,
sakit apa Tante?? bukankan hari ini Nayla mau di Khitbah seseorang??” ucap Dafa
semakin khawatir. “di Khitbah Le??” tanya Ayah Nayla. “iya Om,, kemarin
Nayla bilang sama Dafa begitu, dia tidak bisa bertemu dengan Dafa lagi. Padahal
kalau boleh jujur Om,, Tante,, Dafa juga mencintai Nayla, tapi sudah di dahului
orang lain, Dafa kalah cepat”, Ucap Dafa
sambil sedikit tersenyum. “Astaghfirullah hal 'adzim,, Nduk,,”
ucap Bunda Nayla dan mulai meneteskan air mata. Mereka semakin tidak tega harus
membohongi Dafa lagi, dan mereka memutuskan untuk menceritakan semua pada Dafa.
Semua penderitaan yang dialami Nayla, Leukimia yang dideritanya sekarang
dan sakit yang harus jalani Nayla saat kemotherapy. Tanpa sadar air mata
menetes di pipi mereka bertiga, semua larut dalam kesedihan. “Astaghfirullah
hal 'adzim,,, Nayla,, kenapa harus bohong sih?? Ya Allah,,, dia
benar – benar gadis yang tegar, lindungilah dia”, ucap Dafa menyesali kebohongan
Nayla. Karena semua itu semakin membuat Dafa yakin akan cintanya pada Nayla.
“Om,, izinkan Dafa menemani sisa waktu Nayla ya??” ucap Dafa pada Ayah Nayla.
Dengan sedikit terisak Ayah Nayla mengangguk dan mengizinkan permintaan Dafa,
karena dia tahu perasaan Dafa pada Nayla sangat tulus. Akhirnya kepulangan Dafa
yang rencananya hari ini harus diundur.
Setelah Nayla selesai menjalani kemotherapy,
dia kemudian dirawat sementara di kamar inap.
Saat pertama kali Nayla membuka mata, dia terkejut melihat sosok Dafa di
sampingnya. “Astaghfirullah hal 'adzim,,,kenapa ada bayangan Dafa
disini?? aku terlalu memikirkan dia ini” gumam Nayla lebih kepada diri sendiri.
Dafa, Ayah dan Bunda Nayla hanya tersenyum mendengar ucapan Nayla. “Nayla,,,
ini bukan bayangan, ini beneran”, ucap Dafa menjelaskan pada Nayla. “Gak
mungkin,,, pasti aku cuma ngigo”, ucap Nayla. “enggak, kalau gak percaya cubit
aja pipi kamu??” ucap Dafa. Nayla menurut ucapannya. Dan akhirnya percaya kalau
ini nyata. “kamu,, kok disini Dafa??? tahu dari mana??” tanya Nayla lemah.
“kemarin katanya kamu mau di Khitbah, nih sekarang aku mau Khitbah kamu??” ucap
Dafa santai. Nayla terkejut mendengar ucapan Dafa. Dan dia mulai menitihkan air
mata. “kok malah nangis Nayla,, asal kamu tahu Nay, meski nanti kamu bakal
jelek karena kemotherapy, atau separah apapun sakitmu, semuanya itu gak
akan mengurangi cintaku ke kamu”, ucap Dafa. “tapi Dafa,, semuanya ini gak akan
lama, aku gak mau membuat kamu sedih karena kepergianku”, elak Nayla. “kamu
salah Nayla,, aku bakal lebih sedih jika aku tidak bisa menemani kamu menjalani
semua ini”, tegas Dafa dengan air mata yang mulai mengalir. “terimakasih Daf,,
kamu sudah mencintaiku, dan kamu mau merelakan waktumu di sisa hidupku”, ucap
Nayla. “gak akan pernah aku meninggalakan kamu sendiri lagi Nay. Jadi??? aku
resmi nih meminang kamu, yah meski tempatnya gak romantis”, ucap Dafa mulai
mencairkan suasana penuh haru itu. “hemm,, Ayah ,, Bunda pripun??” ucap
Nayla pada Ayah dan Bundanya. Ayah dan Bundanya mengangguk dan tersenyum
bahagia. “ye,, Akhirnya aku gak jadi patah hati”, ucap Dafa girang. Membuat
Nayla dan orang tuanya tersenyum menyaksikan tingkahnya.
Semenjak hari itu, tak pernah
seharipun tak Dafa lewatkan untuk menemani Nayla. Nayla tampak begitu bahagia,
begitupun Dafa. Namun kondisi Nayla tak bersahabat, semakin hari semakin
memburuk. Namun Nayla tetap tegar karena ada banyak orang yang menyayanginya.
Suatu hari dalam sebuah perbincangan Dafa dan Nayla, “Dafa,,,” ucap Nayla
pelan. “iya,, kenapa Nayla,,,” balas Dafa. “aku pengen banget deh bisa
menghafal Al- Qur'an, tapi sempat gak ya waktunya??” ucap Nayla. “tenang saja
Nayla,, masih ada banyak waktu, kamu pasti sembuh, dan yang perlu kamu tahu aku
tetap mencintaimu”, ucap Dafa menenangkan Nayla. “aku juga mencintaimu Daf”,
ucap Nayla pelan. Mereka saling pandang penuh arti. “eghm,,, masih belum
mukhrim lho kak,,,” suara Haikal mengejutkan mereka dan segera menyadarkan
mereka, dan membuat mereka tersipu malu. “eh,, kamu Dik,,, udah selesai
sekolahnya”, tanya Dafa ramah mencoba menutupi saltingnya, terlihat akrab
seperti adek sendiri. “sudah kak,, tadi gak ada tambahan pelajaran”, ucap
Haikal santai. Mereka bertigapun asyik berbincang dan bersenda gurau. Namun
tadi yang semula Nayla tersenyum tiba – tiba dia merasa pusing dan mulai
mimisan. Dafa tak bisa berbuat apa – apa karena dia tidak boleh memgang Nayla
yang belum jadi mukhrimnya. Padahal dia sangat khawatir pada Nayla. Dafa
akhirnya meminta Haikal untuk memanggilkan Ayah dan Bunda Nayla. Dan Nayla di
bawa ke RS. Kali ini Nayla benar – benar kritis, semua khawatir dengan
keadaannya. Hingga akhirnya dokter keluar dan memberitahukan sudah tidak ada
harapan lagi untuk Nayla, semua menangis, dan mulai memasuki ruangan. Nayla
tampak begitu lemah dengan berbagai alat masih berada di tubuhnya. Dafa tidak
tega melihat keadaan Nayla seperti ini. “Nay,, kalau kamu mau, bagi sakitmu
untukku Nay, biar kita bisa merasakan hal yang sama”, ucap Dafa. Nayla begitu
lemah suaranya terdengar sangat pelan. “terimakasih Dafa, Ayah, Bunda, Ikal,,
untuk semuanya, maafkan Nayla, ini sudah waktunya, Nayla pamit, Lailahaillallah”,
dengan terbata – bata Nayla mengucapkan kata terakhirnya, dan dia pergi
untuk selama – lamanya dengan senyum manis mengembang di bibirnya. Semua
berteriak, tangis pecah dalam rungan itu. Selamat tinggal Nayla. Semenjak saat
itu Dafa menjadi seorang yang taat beribadah dan dia berencana mewujudkan cita
– cita Nayla untuk bisa menghafal Al-Qur'an. Mama dan Papanya pun mendukung
sepenuhnya keputusan Dafa. Dan bagi Dafa mengenal Nayla adalah anugrah terindah
yang pernah dia terima, Blitar akan jadi kota kesayangannya, dan kota
kenangannya bersama Nayla. Kenangan terindah saat 'Winter in Blitar'.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar