Adzan subuh berkumandang, zahra
menyudahi mengajinya dan langsung bergegas ke mushola yang dekat dengan kos –
kosannya untuk sholat berjama'ah. Zahra memang gadis yang berbeda dengan gadis
– gadis sebayanya, disaat para gadis lain tidur dengan nyenyak di kamar mereka,
zahra sudah bangun dan melakukan ritual shalat tahajudnya. 'ojo sampe lali
shalat ya nduk,, shalat tahajud e ojo sampe ora,,' pesan itulah yang selalu
diingat zahra, pesan dari orangtuanya sebelum dia berangkat ke jakarta 4 tahun
silam. Sepulang dari mushola zahra langsung membuka laptopnya dan mulai
mengerjakan skripsinya yang semalam tertunda, karena dia pulang sudah larut
malam dan terlalu capek. Saking seriusnya zahra tak menghiraukan waktu, sampai
matahari menyapanya pun tak dia hiraukan. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh,
zahra segera pergi mandi dan menyiapkan sarapan seadanya. Hari ini dia ada janji
bertemu dosennya untuk konsultasi masalah skripsinya. Selesai sarapan zahra
langsung pergi menuju kampusnya. Dia berhenti di depan jalan menunggu kopaja
yang akan menjemputnya dan mengantarkannya menuju kampus terbaiknya. Sesaat
kemudian tangannya melambai mengisyaratkan pada sebuah kopaja yang lewat di
depannya. Seakan sudah memahami apa yang diisyaratkan zahra, sopir kopaja pun
menghentikan laju kopanyanya dan membiarkan zahra naik. “silahkan neng,” seru
kenek kopaja itu mengiringi langkah zahra memasuki kopaja. Zahra memilih duduk
di dekat jendela. Zahra duduk santai sambil menikmati musik yang dia dengarkan
lewat earphone dan suasana macet di jalanan jakarta yang sudah menjadi
pemandangan biasa bagi zahra. Tak beberapa lama kemudian “bang,, berhenti di
depan situ ya,” ucap zahra pada kenek kemudian di lanjutkan teriakan kenek pada
sang sopir. Dan kopaja pun berhenti di depan kampus zahra. Zahra mengeluarkan
uang 5 ribu rupiah dari sakunya untuk membayar kopaja. Setiap hari, setiap akan
pergi ke kampus ataupun ke tempat bekerjanya, zahra selalu naik kopaja, kalau
tidak dia selalu menggunakan busway, karena menurutnya itu akan lebih hemat,
dari pada naik taksi mahal. Maklum zahra kan mahasiswi fakultas ekonomi jadi
setiap perbuatannya yang berbau uang selalu menggunakan prinsip ekonomi, bukan
pelit, tapi hanya perhitungan. Sesampainya di kampus, zahra langsung menemui
dosen di ruangannya untuk konsultasi masalah skripsi yang dia buat, yang sudah
mencapai 80%. karena zahra tergolong berotak emas, tak banyak yang dikoreksi
dari hasil skripsinya itu. Sejam kemudian zahra keluar dari ruangan dosennya,
dia menuju kantin kampusnya untuk sekedar minum atau menemui teman – temannya.
“Assalamu'alaikum,,,”, ucapnya pada dua gadis berjilbab yang sudah ada
di sebuah meja di sudut kantin. “Wa'alaikum salam,, zahra?? baru datang
ya??”, ucap salah satu gadis di meja itu, sebut saja dewi, dia adalah sahabat
zahra yang paling dekat, setiap ada masalah zahra selalu berbagi cerita
padanya. “hehe iya,, tadi baru aja dari ruangan Bu Yanti, biasa masalah
skripsi,,,”, ucap zahra sambil nyengir dan mengambil tempat duduk sebelah dewi.
“ow,,, udah selesai skripsimu zah??” tanya gadis yang satu lagi, namanya ayu.
Dia juga sahabat zahra namun tak terlalu dekat. “belum baru 80% ay,, mungkin
seminggu ini udah selesai”, ucapa zahra santai sambil mengangkat tangan pada
pelayan hendak memesan minuman. “wah cepat juga ya kerjamu zah,,, aku aja baru
50%”, ucap ayu sedikit kagum. “iya,, sebenernya itu otak apa mesin sih zah,,”,
sahut dewi. “apa sih kalian ini biasa aja dong,” elak zahra sedikit malu -
malu. Kemudia pelayan menghampiri meja zahra dan teman – temannya. “permisi,,
ini mbak minumnya”, ucapnya. “oh iya,, terima kasih mbak,,” ucap zahra lembut.
Mereka pun berbincang – bincang berbagai topik pembicaraan. Obrolan itu tiba –
tiba terhenti karena lagu mariah carey-hero dari ponsel zahra. Segera zahra
mengangkat ponsel yang ada di atas meja. “oh,, iya bu,, segera saya kesana.
iya,,, terima kasih”, ucap zahra pada
seseorang di ujung sana. “siapa zah?? bos kamu ya??” tanya dewi penasaran.
Zahra mengangguk. “iya,, aku disuruh segera ke toko, katanya ada banyak
pelanggan, jadi aku pergi dulu ya”, ucap zahra tergesa – gesa, sambil merapikan
barang bawaannya dan memasukkan kembali ke tasnya. Zahra langsung beranjak
pergi meninggalkan kedua temannya. “eh zah,,, minuman mu???” teriak ayu
berharap masih bisa di dengar zahra. “kamu yang bayar dulu ya ay,,” balas zahra
sambil tetap pergi tanpa menoleh. “ih,, dasar itu anak, kebiasaan lama deh”,
gerutu ayu, sedikit kesal pada tingkah temannya itu. Dewi hanya tersenyum
melihat ayu dan zahra.
Sesampainya di toko, zahra langsung
disambut oleh Ibu Sita pemilik toko tempat zahra bekerja. Langsung saja zahra
ditugaskan melayani pelanggan yang lumayan banyak. Hari ini pelanggan di
tokonya lumayan banyak berbeda dengan hari biasanya. Menjelang istirahat makan
siang toko kembali normal, dan zahra meminta izin untuk pergi makan siang dulu.
Dia langsung menuju gerai tukang gado – gado yang ada di depan tokonya. Tempat
favoritnya untuk makan siang. Zahra memesan satu gado – gado dan dengan setia
menunggu makanannya datang. Tak sengaja dia melirik sebuah kalender yang
terpajang rapi di dinding. Dia melihat ke sebuah angka dan baru menyadari hari
ini adalah tanggal 07 juni. Ya, hari ini adalah hari bersejarah yang selalu di
ingatnya. Zahra tersenyum dan mulai mengingat peristiwa di masa SMA nya dulu.
Zahra dulu waktu SMA bersekolah di SMAN 1 Yogyakarta. Dulu dia duduk di kelas XA, kemudian mengambil jurusan IPS di kelas XI IPS 4 dan XII IPS 4. Ceritanya berawal di kelas XA, dulu zahra adalah gadis yang culun dan pendiam. Sampai – sampai dia selalu menjadi bahan ejekan teman – temannya di kelas. Hingga suatu hari saat dia diganggu teman – temannya, sampai membuat dia menangis tersedu – sedu di bangkunya. Tiba – tiba ada seorang cowok menghampiri zahra dan mengulurkan sapu tangannya untuk mengusap air mata di pipi zahra. Laki – laki itu bernama fahri, dia juga teman sekelas zahra tapi dia berbeda dengan teman – temannya yang lain. Dia tidak pernah mengejek zahra dan termasuk cowok pendiam. Zahra kemudian menerima uluran sapu tangan fahri. “makasih ya,,,” ucap zahra dengan suara terisak. “udah, mereka itu gak usah dipikir, jangan nangis lagi ya”, ucap fahri lembut dengan menyunggingkan senyum mautnya. Seketika itu jantung zahra seakan berhenti berdetak, tiba – tiba dia berharap waktu berhenti saat itu juga, agar saat itu tak cepat berlalu. Baru kali ini zahra diberi perhatian oleh seorang cowok. Fahri kemudian beranjak meninggalkan zahra yang masih tertegun mendengar ucapan fahri. Semenjak kejadian itu, zahra sering memerhatikan fahri, dan jantungnya selalu berdebar lebih kencang jika berada lebih dekat dengan fahri. Zahra tidak mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan, apa pungkin ini yang dinamakan cinta??. pertanyaan itu yang selalu terngiang di pikiran zahra. Namun dia hanya bisa memerhatikan fahri dari jauh, karena fahri merupakan salah satu siswa yang jadi pedoman di sekolah, karena rupanya yang lumayan mempesona. Zahra hanya bisa tersenyum saat fahri di kemuruni cewek – cewek centil. Saat fahri menapatnya, zahra langsung mengalihkan pandangannya, karena dia tidak mau tatapan fahri semankin menyihirnya. Ternyata tanpa zahra ketahui sejak mereka satu kelas fahri juga sering memerhatikan zahra, dia juga tertarik pada kepolosan dan senyum manis dengan lesung pipit zahra. Namun diantara mereka tak ada yang berani mengungkapkan perasaan, bahkan meminta nomor telepon tak berani. Sebenarnya sudah lama farhi ingin meminta nomor hp zahra tapi selalu saja diurungkan niatnya. Sampai akhirnya ketika kelas XI mereka terpisah, tidak satu kelas lagi, zahra mengambil jurusan IPS sedangkan fahri mengambil jurusan IPA. Mereka jadi jarang bertemu, bahkan tidak pernah. Karena mereka mulai aktif dan sibuk dalam kegiatan ekstrakuriluler mereka masing – masing, zahra sibuk dengan OSIS nya, sedangkan fahri dengan SBQ nya. Fahri salah satu siswa SMAN 1 Yogyakarta yang memiliki suara merdu saat berqiro'ah. Setiap acara keagamaan yang diadakan sekolah, selalu fahri yang di beri tanggung jawab berqiro'ah. Hingga pada saat acara purnawiyata kelas XII di SMAN 1 Yogyakarta, fahri yang ditunjuk untuk berqiro'ah, dan zahra yang bertugas sebagai sie acara. Karena acara itulah akhirnya mereka berani ngobrol dan meminta nomor telepon. “oh ya,, untuk memudahkan kita berkomunikasi, bagaimana kalau aku minta nomor kamu, boleh tidak”, ucap farhi ragu. “tentu saja, ide yang bagus itu”, ucap zahra sambil menuliskan nomor teleponnya pada selembar kertas dan mengulurkannya pada fahri. Tetap dengan menahan rasa groginya, serta tetap menjaga jarak, supaya fahri tidak mendengar genderang perang yang ada dalam jantungnya. “makasih, nanti kalau ada yang penting aku sms kamu”, ucap fahri yang ternyata juga menahan rasa groginya. Zahra tersenyum dan meminta izin untuk pergi, karena dia sudah ditunggu teman – temannya di ruang osis untuk koordinasi terakhir sebelum acara besok. Malam harinya fahri ragu ingin menghubungi zahra atau tidak, namun dia ingin sekali menghubungi zahra, meskipun hanya sms saja. Dan dengan segenap keyakinan dia beranikan diri sms zahra, 'hay ara,,, masih ingat aku??' sedikit ragu, fahri kemudian mengirim pesan itu ke nomor yang diberikan zahra tadi di sekolah. Dengan setia fahri menunggu, berharap mendapatkan respon baik dari zahra. 'hemm,, ini sinten??' perlahan fahri membuka dan membaca pesan dari zahra, ada perasaan lega dalam hatinya, ternyata ditanggapi positif, kemudian dengan semangat dia membalas sms zahra lagi, 'ini aku fahri, aku cuma mau tanya besok itu aku perform jam berapa ya kira – kira', sedikit pertanyaan basa – basi sebagai modus agar fahri tetap bisa sms zahra. Kemudian zahra membalas 'ow kamu al,, besok kamu perform jam setengah 8 kan kamu pembuka acaranya :-)'. Dengan riang fahri membaca sms dari zahra. Ada smile di akhir pesannya, semakin membuat fahri terbang, kemudian mereka pun asyik ber-smsan. Panggilan 'ara' untuk zahra memang sangat spesial, karena hanya fahri yang memanggilnya 'ara', 'ara' diambil dari nama belakang zahra, Ar-rahmah. Dan 'al' juga spesial untuk fahri, memang nama lengkap fahri adalah Muhammad Al-fahri, dan baru zahra yang memanggilnya 'al'. Semenjak saat itu mereka sering sms-an. Zahra merasa senang sekali bisa berhubungan lebih dekat dengan fahri, baru kali ini impiannya sejak kelas X terwujud. Zahra juga masih menyimpan sapu tangan fahri dengan rapi.
Zahra dulu waktu SMA bersekolah di SMAN 1 Yogyakarta. Dulu dia duduk di kelas XA, kemudian mengambil jurusan IPS di kelas XI IPS 4 dan XII IPS 4. Ceritanya berawal di kelas XA, dulu zahra adalah gadis yang culun dan pendiam. Sampai – sampai dia selalu menjadi bahan ejekan teman – temannya di kelas. Hingga suatu hari saat dia diganggu teman – temannya, sampai membuat dia menangis tersedu – sedu di bangkunya. Tiba – tiba ada seorang cowok menghampiri zahra dan mengulurkan sapu tangannya untuk mengusap air mata di pipi zahra. Laki – laki itu bernama fahri, dia juga teman sekelas zahra tapi dia berbeda dengan teman – temannya yang lain. Dia tidak pernah mengejek zahra dan termasuk cowok pendiam. Zahra kemudian menerima uluran sapu tangan fahri. “makasih ya,,,” ucap zahra dengan suara terisak. “udah, mereka itu gak usah dipikir, jangan nangis lagi ya”, ucap fahri lembut dengan menyunggingkan senyum mautnya. Seketika itu jantung zahra seakan berhenti berdetak, tiba – tiba dia berharap waktu berhenti saat itu juga, agar saat itu tak cepat berlalu. Baru kali ini zahra diberi perhatian oleh seorang cowok. Fahri kemudian beranjak meninggalkan zahra yang masih tertegun mendengar ucapan fahri. Semenjak kejadian itu, zahra sering memerhatikan fahri, dan jantungnya selalu berdebar lebih kencang jika berada lebih dekat dengan fahri. Zahra tidak mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan, apa pungkin ini yang dinamakan cinta??. pertanyaan itu yang selalu terngiang di pikiran zahra. Namun dia hanya bisa memerhatikan fahri dari jauh, karena fahri merupakan salah satu siswa yang jadi pedoman di sekolah, karena rupanya yang lumayan mempesona. Zahra hanya bisa tersenyum saat fahri di kemuruni cewek – cewek centil. Saat fahri menapatnya, zahra langsung mengalihkan pandangannya, karena dia tidak mau tatapan fahri semankin menyihirnya. Ternyata tanpa zahra ketahui sejak mereka satu kelas fahri juga sering memerhatikan zahra, dia juga tertarik pada kepolosan dan senyum manis dengan lesung pipit zahra. Namun diantara mereka tak ada yang berani mengungkapkan perasaan, bahkan meminta nomor telepon tak berani. Sebenarnya sudah lama farhi ingin meminta nomor hp zahra tapi selalu saja diurungkan niatnya. Sampai akhirnya ketika kelas XI mereka terpisah, tidak satu kelas lagi, zahra mengambil jurusan IPS sedangkan fahri mengambil jurusan IPA. Mereka jadi jarang bertemu, bahkan tidak pernah. Karena mereka mulai aktif dan sibuk dalam kegiatan ekstrakuriluler mereka masing – masing, zahra sibuk dengan OSIS nya, sedangkan fahri dengan SBQ nya. Fahri salah satu siswa SMAN 1 Yogyakarta yang memiliki suara merdu saat berqiro'ah. Setiap acara keagamaan yang diadakan sekolah, selalu fahri yang di beri tanggung jawab berqiro'ah. Hingga pada saat acara purnawiyata kelas XII di SMAN 1 Yogyakarta, fahri yang ditunjuk untuk berqiro'ah, dan zahra yang bertugas sebagai sie acara. Karena acara itulah akhirnya mereka berani ngobrol dan meminta nomor telepon. “oh ya,, untuk memudahkan kita berkomunikasi, bagaimana kalau aku minta nomor kamu, boleh tidak”, ucap farhi ragu. “tentu saja, ide yang bagus itu”, ucap zahra sambil menuliskan nomor teleponnya pada selembar kertas dan mengulurkannya pada fahri. Tetap dengan menahan rasa groginya, serta tetap menjaga jarak, supaya fahri tidak mendengar genderang perang yang ada dalam jantungnya. “makasih, nanti kalau ada yang penting aku sms kamu”, ucap fahri yang ternyata juga menahan rasa groginya. Zahra tersenyum dan meminta izin untuk pergi, karena dia sudah ditunggu teman – temannya di ruang osis untuk koordinasi terakhir sebelum acara besok. Malam harinya fahri ragu ingin menghubungi zahra atau tidak, namun dia ingin sekali menghubungi zahra, meskipun hanya sms saja. Dan dengan segenap keyakinan dia beranikan diri sms zahra, 'hay ara,,, masih ingat aku??' sedikit ragu, fahri kemudian mengirim pesan itu ke nomor yang diberikan zahra tadi di sekolah. Dengan setia fahri menunggu, berharap mendapatkan respon baik dari zahra. 'hemm,, ini sinten??' perlahan fahri membuka dan membaca pesan dari zahra, ada perasaan lega dalam hatinya, ternyata ditanggapi positif, kemudian dengan semangat dia membalas sms zahra lagi, 'ini aku fahri, aku cuma mau tanya besok itu aku perform jam berapa ya kira – kira', sedikit pertanyaan basa – basi sebagai modus agar fahri tetap bisa sms zahra. Kemudian zahra membalas 'ow kamu al,, besok kamu perform jam setengah 8 kan kamu pembuka acaranya :-)'. Dengan riang fahri membaca sms dari zahra. Ada smile di akhir pesannya, semakin membuat fahri terbang, kemudian mereka pun asyik ber-smsan. Panggilan 'ara' untuk zahra memang sangat spesial, karena hanya fahri yang memanggilnya 'ara', 'ara' diambil dari nama belakang zahra, Ar-rahmah. Dan 'al' juga spesial untuk fahri, memang nama lengkap fahri adalah Muhammad Al-fahri, dan baru zahra yang memanggilnya 'al'. Semenjak saat itu mereka sering sms-an. Zahra merasa senang sekali bisa berhubungan lebih dekat dengan fahri, baru kali ini impiannya sejak kelas X terwujud. Zahra juga masih menyimpan sapu tangan fahri dengan rapi.
Waktu yang akhirnya membawa mereka
naik ke kelas XII, dan mereka harus mati – matian menyiapkan diri untuk UN.
Namun mereka tetap berhubungan lewat sms, dan hubungan mereka menjadi semakin
dekat. Dan perasaan mereka masing – masing menjadi semakin mengakar dan tumbuh
semakin besar. Puncaknya pada saat purnawiyata mereka, mereka menyempatkan diri
untuk mengobrol langsung setelah acara usai. “Al,,, kamu terlihat keren pake
jas” ucap zahra membuka pembicaraan. “kamu juga Ara, tambah cantik,,,” balas
fahri. Zahra tersenyum dan kembali bertanya “setelah ini kamu mau melanjutkan
kemana Al??”. “habis ini aku mau ke jombang, mau ke ponpes Tebu Ireng”, jawab
fahri dengan nada rendah, dengan perasaan sedikit sedih. Fahri tahu hari ini
adalah pertemuan terakhirnya dengan zahra, karena minggu depan dia akan ke
jombang. “ha?? ke ponpes Tebu Ireng, jadi kamu mau mondok disana??”,
ucap zahra sedikit kaget, dan raut mukanya berubah sedih. Fahri mengangguk.
Sunyi menyelinap diantara mereka, sejenak mereka terdiam dalam pikiran masing –
masing. “oh ya,, Al, ini sapu tangan mu yang waktu di kelas X dulu, masih
ingat??” ucap zahra memecah keheningan. Sontak fahri menatap satu tangan yang
ada di tangan zahra. “Ara,, tentu saja aku masih ingat sekali waktu itu,
sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan padamu”, ucap farhi ragu. “apa??” tanya
zahra penasaran. “te amo amor”, ucap fahri terbata – bata. Mendengar
kata – kata itu jantung zahra serasa berhenti berdetak. Zahra mengerti maksud
dari kata itu, karena memang fahri dan zahra memiliki ketertarikan yang sama
dengan negara spanyol dan bahasa spanyol. Zahra langsung menatap fahri. “maksud
kamu apa Al??, apa mungkin kita bersama, kamu mau ke jombang sedangkan aku mau
ke jakarta meneruskan sekolahku”, ucap zahra dengan suara rendah sambil
menitihkan air mata, tak bisa lagi menahannya. “sebenernya aku juga punya
perasaan sama ke kamu Al, tapi,,,,” tambah zahra. “aku kan udah bilang Ara,
jangan menangis lagi, usap air matamu itu. Jika memang kita di takdirkan untuk
bersama, suatu saat nanti kita pasti akan dipertemukan lagi, tulang rusuk tidak
akan tertukar Ara,” ucap fahri sambil mengulurkan sapu tangannya yang tadi
diberikan zahra. Zahra mengusap air matanya, dan menatap fahri. Fahri tak
berani menyentuh gadis yang sedang menangis di depannya itu, karena dia sangat
menghargai wanita. “Ara,, mungkin ini pertemuan terakhir kita, minggu depan aku
akan berangkat, aku harap kamu baik – baik ya di jakarta nanti, jaga diri baik
– baik. Selamat tinggat Ara”, ucap fahri sambil meninggalkan zahra dan
menitihkan air mata yang sedari tadi sudah berusaha ia tahan. Sangat berat
keputusan yang diambil fahri saat ini, namun dia harus memutuskan, dan dia
telah mengutamakan kepentingan agama, keinginannya untuk menghafal Al-qur'an.
Dia yakin Allah sudah merencanakan hal indah di luar sana. Dan fahri pun pergi
dengan membawa cinta Zahra. Dan kejadian itu terjadi pada tanggal 07 juni 2008.
“mbak zahra,,, ini gado – gadonya”, suara pelayan. Zahra tersadar dari lamunan tentang masa lalunya tentang cinta pertamnya, fahri. Bahkan sampai sekarang pun zahra masih menyimpan perasaan untuk fahri. Yang selalu dia ingat dari fahri adalah kata – katanya ' Jika memang kita di takdirkan untuk bersama, suatu saat nanti kita pasti akan di pertemukan lagi, tulang rusuk tidak akan tertukar Ara'. Tanpa sadar Zahra tersenyum sendiri, sampai pelayan menegurnya setelah ucapannya yang pertama tadi tak di hiraukan, “mbak Zahra,,, kenapa??”. “oh,, tidak apa – apa mbak,, makasih ya”, ucap zahra sedikit salting. Kemudian dia memutuskan untuk mengakhiri petualangannya di masa lalu dan menikmati gado – gado favoritnya. Kemudian terdengar lagu mariah carey-hero dari ponsel zahra. Zahra langsung mengobok – obok isi tasnya mencari dimana letak ponselnya. Dan kemudian meletakkan ponselnya di telinga kanannya. “wa'alaikum salam, Alhamdulillah sehat buk,, enggeh besok minggu depan wisudanya, ibuk datang kan??” ucap zahra pada sesorang di ujung telponnya. Kemudian zahra menutup teleponnya dan melanjutkan makan siangnya. Minggu depan zahra akan wisuda, dan ibunya akan datang menyaksikan zahra, sekaligus menjemput zahra untuk diajak pulang ke Yogyakarta. Zahra hanya menuruti semua keinginan orang tuanya.
“mbak zahra,,, ini gado – gadonya”, suara pelayan. Zahra tersadar dari lamunan tentang masa lalunya tentang cinta pertamnya, fahri. Bahkan sampai sekarang pun zahra masih menyimpan perasaan untuk fahri. Yang selalu dia ingat dari fahri adalah kata – katanya ' Jika memang kita di takdirkan untuk bersama, suatu saat nanti kita pasti akan di pertemukan lagi, tulang rusuk tidak akan tertukar Ara'. Tanpa sadar Zahra tersenyum sendiri, sampai pelayan menegurnya setelah ucapannya yang pertama tadi tak di hiraukan, “mbak Zahra,,, kenapa??”. “oh,, tidak apa – apa mbak,, makasih ya”, ucap zahra sedikit salting. Kemudian dia memutuskan untuk mengakhiri petualangannya di masa lalu dan menikmati gado – gado favoritnya. Kemudian terdengar lagu mariah carey-hero dari ponsel zahra. Zahra langsung mengobok – obok isi tasnya mencari dimana letak ponselnya. Dan kemudian meletakkan ponselnya di telinga kanannya. “wa'alaikum salam, Alhamdulillah sehat buk,, enggeh besok minggu depan wisudanya, ibuk datang kan??” ucap zahra pada sesorang di ujung telponnya. Kemudian zahra menutup teleponnya dan melanjutkan makan siangnya. Minggu depan zahra akan wisuda, dan ibunya akan datang menyaksikan zahra, sekaligus menjemput zahra untuk diajak pulang ke Yogyakarta. Zahra hanya menuruti semua keinginan orang tuanya.
Seminggu berlalu, hari – hari zahra
dia lalui seperti biasa, namun hari ini dia harus menjemput orangtuanya di
bandara Soekarno-Hatta, karena besok dia harus wisuda. Zahra merasa lega karena
study nya sudah berakhir, skripsinya juga sudah selesai tepat waktu,
meski harus ekstra kerja keras karena ia juga harus membagi waktunya untuk
bekerja. Yang patut dibanggakan lagi zahra lulus dengan IPK sempurna. Selesai
mandi dan sarapan, Zahra mencari ponselnya dan mulai menekan beberapa nomor dan
mulai tersambung dengan seseorang, “ Ibu,,, sampun dugi?? saya jemput ya
bu,,”. Zahra langsung berangkat menuju bandara menjemput orangtuanya. Mereka
bertemu dan langsung berpelukan, melepas rindu. Sudah lama mereka tidak
bertemu. Kemudian mereka menuju ke kos- an zahra, namun kali ini zahra tidak
naik kopaja lagi, kasihan orang tuanya sudah capek, harus naik kopaja pula. Dia
meminta sebuah taksi mengantarkan mereka pulang. Sesampainya di kos-an mereka
kembali melepas rindu, dan berbincang – bincang santai. “nduk,, tidak di
sangka ya, sekarang kamu sudah mau sarjana”, ucap ayah zahra. “enggeh yah,,,”
jawab zahra dengan senyuman. “oalah nduk,,, ternyata di jakarta itu
panas ya,,,” ucap ibu zahra sambil kipas – kipas. “kok betah lo kamu
tinggal di sini??” tambah ibunya. Zahra hanya tersenyum manis, mendengar ucapan
ibunya yang baru menyadari jakarta itu panas. “pokoknya setelah wisuda kamu
harus kembali ke Yogyakarta nduk, ibuk mu mau menjodohkan kamu dengan
anak temannya, dulu mereka sedah pernah janji akan berbesanan jika anak mereka
laki – laki dan perempuan”, ucap ayah zahra santai. Sontak zahra kaget
mendengar ucapan ayahnya. Jodoh?? dijodohkan??, ini kan bukan zaman siti
nurbaya lagi, kenapa harus dijodohkan sih, gimana dengan fahri??. Zahra
berusaha memberontak dalam hati, dia tak berani melawan orang tuanya. Namun
semenjak itu, pikiran zahra serasa penuh dengan beban, dia masih mencintai
fahri, tapi dia tidak bisa melawan orang tuanya. Imbasnya saat wisuda zahra
sering melamun, sampai dia tidak menyadari namanya dipanggil untuk memberikan
sambutan, karena IPK nya sempurna. “zah,,, kamu di panggil, ayo maju” bisik
dewi sambil menyikut tangan kanan zahra. Sontak zahra pun kaget dan tersadar
dari lamunannya. Kemudian dia melangkah ke depan dengan langkah yang sedikit
gontai, dan mulai berpidato, namun dengan wajah yang datar, tak mengisyaratkan
kebahagiaan mendapat IPK sempurna. Malah dewi dan ayu lah yang justru terlihat
lebih bahagia dari pada zahra. Setelah kurang lebih 5 menit zahra berpidato,
riuh rendah suara tepuk tangan mengiringi langkah zahra kembali ke tempat
duduknya. Menyadari ada yang berbeda dari temannya, dewi langsung menanyakan
sebenarnya apa yang terjadi pada zahra. “eh zah,, kamu kenapa sih?? kok lesu
banget?? ada masalah?? cerita dong!?” bisik dewi pada zahra, yang baru saja
duduk. “hemm,, nanti ya aku critain, setelah acara ini” jawab zahra. Dewi
mengangguk pasrah, dan mencoba menahan rasa penasarannya. Acara wisuda pun
berakhir, dan berjalan dengan meriah. Tibalah sesi foto – foto, semua larut
dalam suasana kebahagiaan, namun tidak untuk zahra, masih ada masalah yang
mengganjal pikirannya. Setelah beberapa kali jepretan untuk zahra dan
orangtuanya, zahra meminta izin untuk pergi bersama dewi sebentar. “yah,,
buk,,, zahra, mau pergi sama dewi dulu, ayah sama ibu pulang dulu aja”, ucap
zahra dengan penuh rasa hormat. Ayah dan ibu zahra mengangguk, dan membiarkan
putri kebanggaannya pergi, bersama temannya. Mungkin untuk pertemuan terakhir,
karena besok siang mereka akan kembali ke Yogyakarta. “ati – ati nduk”,
ucap ibu zahra. Zahra kemudian melangkah pergi bersama dewi, mereka memutuskan
untuk bicara di kantin kampus. Zahra menceritakan semua yang terjadi padanya,
masalah fahri, dan masalah perjodohan yang direncanakan orangtuanya. “udah lah
zah, diterima saja keputusan orangtua mu, mereka kan lebih tahu siapa yang
pantas dengan mu, lagi pula anggap ini sebagai rasa baktimu terhadap mereka”,
ucap dewi menasehati zahra. “perjodohan itu tak selamanya menyeramkan lho zah,
siapa tahu dia memang tempatmu sesungguhnya, kamu bagian dari rusuknya”, tambah
dewi semakin menguatkan zahra. “iya dew, kamu benar, ini salah satu baktiku
pada ayah dan ibu, aku harus bisa merelakan fahri, mungkin kita memang tidak
berjodoh”, ucap zahra dengan nada rendah. “gitu dong zah, terus kapan
rencananya kamu akan kembali ke Yogyakarta??”, tanya dewi lagi. “besok siang
dew jam 1”, ucap zahra santai. “what?? berarti ini pertemuan terakhir
kita dong”, ucap dewi mulai sedih. “iya dew,, makasih ya selama ini kamu teman
terbaikku, selalu mendengarkan curahan hatiku”, ucap zahra mulai menitihkan air
mata. Dewi langsung memeluk zahra dengan erat. “sama – sama zah, aku pasti akan
sangat merindukanmu, jangan putus tali silaturahim antara kita ya??” pinta dwi
dengan air mata yang membanjiri pipinya. “pasti dew, oh ya,, titip salam buat
ayu ya!?, maaf utangnya gak aku bayar, biar dia shodaqoh”, ucap zahra dengan
sedikit tertawa. Dewi mengangguk dan mulai melepaskan pelukannya. Mereka hanyut
dalam suasana perpisahan. “selamat jalan dew, jaga dirimu baik – baik ya, ayu
juga, Assalamu'alaikum”, ucap zahra sambil melangkah pergi meninggalkan
dewi sahabatnya. “Wa'alaikumsalam,,”, jawab dewi, tanpa henti memandang
kepergian zahra sampai bayangan zahra tak terlihat lagi. Keesokan harinya,
zahra bersiap untuk kembali ke kota kelahirannya Yogyakarta. Dan mulai
mengucapkan selamat tinggal untuk jakarta. Dan zahra akhirnya tiba di
Yogyakarta tepat pukul 3 sore. Dia dan orangtuanya langsung istirahat melepas
lelah. Zahra kembali mengingat masa – masa indahnya di Yogyakarta, termasuk
masa indahnya bersama fahri di SMA, namun dia harus segera menyiapkan lubang
untuk segera mengubur masa lalunya itu, jika dia bertemu dengan calon yang
direncanakan orangtuanya.
Sementara itu di Yogyakarta, fahri
juga baru saja tiba. Hari ini memang saatnya dia kembali, dia sudah berhasil
mengejar mimpinya menghafal Al-Qur'an. Dia sudah qatam 30 juz. Sesampainya di
rumah, dia disambut hangat oleh keluarganya. Fahri merasa lega, akhirnya bisa
kembali setelah 4 tahun dia meninggalkan kota tercintanya ini. Termasuk
meninggalkan cintanya di SMA. Hal yang selalu dinantikannya ketika dia sudah
kembali adalah dia ingin melihat zahra, masihkah dia mengingat fahri??, masih
adakah cintanya untuk fahri??. Hanya pertanyaan itu yang memenuhi benak fahri. Tapi
satu yang dia tahu pasti, cintanya pada zahra belum layu, masih tetap tumbuh.
Setelah puas melepas lelah setelah perjalan jauh dari Jombang ke Yogyakarta
fahri memutuskan untuk berbincang – bincang bersama ayah dan ibunya. Semua
larut dalam perasaan rindu, “le,, ternyata awakmu sudah besar,
ayah gak menyangka waktu cepat berlalu, sudah cocok jadi manten”, ucap
ayah fahri, sedikit dengan nada bergurau. “enggeh yah,,,tapi belum ada
calonnya”, jawab fahri sambil tersenyum menanggapi gurauan ayahnya. “kalau itu
gak usah khawatir le,,, ibu wes ada calon buat kamu cantik,
kemarin baru saja wisuda dia sarjana ekonomi UI lho le,, dan pastinya
sholehah, kamu pasti demen tur tresno”, ucap ibu fahri dengan semangat.
“iya le,, besok rencananya ayah sama ibu mau kerumahnya, kamu ikut ya le??”
ajak ayahnya tak kalah semangat. Fahri langsung terdiam, tak bisa berkata
apa – apa. Dia menyesali perkataannya tadi, kenapa dia mengucapkan belum ada
calon, padahal dalam hatinya sudah dipenuhi dengan zahra, tak ada lagi tempat untuk
yang lainnya. “le,,, mau kan??”, tanya ibunya mengagetkan fahri yang
sedang asyik dengan penyesalan atas apa yang diucapkannya. Fahri tak bisa
mengelak lagi, dia tak berani melawan orangtuanya, dia selalu menuruti semua
keinginan orangtuanya. “enggeh,,, terserah ibu”, ucapnya pasrah. Fahri
masih saja mengutuk dirinya sendiri, apa tadi yang dia bicarakan, kenapa tidak
dipikir dulu. Namun nasi sudah menjadi bubur, dia harus bertanggung jawab atas
segala yang telah diucapkannya, meskipun akhirnya dia harus segera mengubur
dalam – dalam cintanya pada zahra. Dia yakin pasti ini memang yang terbaik
untuk dia, orangtuanya tidak mungkin salah dengan pilihannya, mereka pasti
lebih tahu segalanya. Fahri pasrah menghadapi hari esok yang akan tiba, hari
dimana dia akan bertemu dengan calon yang dipilihkan orangtuanya.
“nduk,, cepetan siap –
siapnya, tamunya sebentar lagi datang”, teriak ibu zahra pada zahra yang sedang
bersiap – siap bertemu dengan jodoh pilihan orangtuanya. Dia juga telah bersiap
mengubur fahri dalam masa lalunya, dia harus menerima semua ini. “enggeh,,, buk,
sebentar lagi zahra selesai”, ucap zahra pasrah. Beberapa menit kemudian
terdengar bel pintu rumahnya berbunyi. “Assalamu'alaikum,,,”. Mendengar
suara itu hatinya semakin bergemuruh, gugup itu lah satu – satunya yang dia
rasakan. Lekat – lekat dia mendengarkan semuanya melalui dapur, pasti ini yang
di maksud orangtuanya. Kemudian terdengar ibunya membalas suara itu. “Wa'alaikumsalam,,
wah Jeng,, silahkan masuk, ini pasti fahri itu ya??”, ucap ibu zahra dengan
semangat. Fahri?? mendengar ibunya menyebutkan nama itu, sontak jantung zahra
berhenti. Kenapa namanya sama dengan fahri?? apa mungkin ini kebetulan. Namun
segera zahra menghilangkan pikirannya yang ngelantur tak karuan. Kemudian ia mendengar
orangtuanya mengobrol santai dengan tamu mereka. Tiba – tiba ibu zahra
menghampirinya di dapur, dan meminta zahra untuk mengantarkan minuman. Dalam
hati zahra berkata 'yah, ini waktunya,,, aku harus mengubur fahri, pasti dia
lebih baik'. Ibu zahra kembali keruang tamu.
“mana putrinya yang baru wisuda
kemarin Pak??” tanya ayah fahri pada ayah zahra. Hati fahri langsung berdebar
kencang, pasti ini yang dimaksud orangtuanya. Gugup itu yang dirasakannya, dia
juga harus segera bersiap mengubur zahra. “oh,, sebentar lagi dia kemari”, ucap
ayah zahra. “zahra,, mana minumnya nduk??”, ucap ibu zahra memanggil.
Fahri sontak kaget, zahra??, kenapa namanya sama? Atau mungkin???. belum
selesai fahri berpikir, zahra masuk dengan membawa nampan yang berisi minuman
dan makanan ringan. Mata fahri tak berpaling memandang zahra yang tertunduk
malu. Dalam hati fahri ingin meloncat kegirangan. 'subhanallah inikah
cara- Mu mempertemukan ku dengan dia Ya Allah, terima kasih '. Dengan malu –
malu zahra menyuguhkan minuman pada keluarga fahri, dan disaat dia mengangkat
wajah, di hadapannya ada wajah yang sangat dikenalnya, yaitu fahri. Zahra tidak
percaya dengan apa yang dilihatnya, dia berpikiran ini mungkin hanya
halusinasinya. Zahra berusaha menutup mata dan menggelengkan kepalanya,
berharap halusinasinya berakhir. Ternyata setelah dia membuka mata lagi, wajah
fahri tetap ada di hadapannya. Berarti ini semua nyata. Dalam hati zahra begitu
bahagia, ternyata lelaki pilihan orangtuanya adalah fahri orang dia cintai
selama ini. “Ara???” spontan fahri memanggil zahra menyadarkan zahra untuk
segera kembali kepada kesadarannya. “Al???ternyata,,,” jawab zahra dengan nada
semangat. Sejenak mata fahri dan zahra bertemu, seakan mereka bercerita tentang
perasaan lega mereka. “lho,, kalian sudah kenal???” tanya ibu fahri semangat.
Pertanyaan ibu fahri membubarkan acara saling bertatapan zahra dan fahri. “enggeh
bu,,,dia teman SMA saya”, ucap fahri sampil tersenyum bahagia. “wah,,
ternyata kalian memang jodoh, tanpa harus mengenalkan kalian, kalian sudah
saling mengenal satu sama lain”, ucap ibu zahra senang. Fahri dan zahra
tersenyum dan tertunduk malu. “iya bu,, kita ndak usah repot – repot
mengenalkan mereka, tinggal menentukan tanggalnya saja ini”, gurauan ayah zahra
membuat suasana mencair tanpa ada ketegangan lagi. “iya betul Pak,, sudah tidak
sabar saya melihat fahri menikah”, tambah ayah fahri semakin membuat suasana
penuh dengan kekeluargaan. Sedangkan fahri dan zahra tertunduk malu mendapat
ejekan dari orangtua mereka. Namun hati mereka tak kalah bahagianya, ternyata
yang mereka khawatirkan selama ini tidak terjadi, mereka tak perlu susah –
susah mengubur kenangan mereka di masa SMA.
Sementara orangtua fahri dan zahra
berbincang – bincang di ruang makan. Fahri dan zahra melepaskan kerinduan
mereka sendiri, dengan mengobrol di ruang tamu. “Ara,, aku gak menyangka
ternyata kita dipertemukan lagi dengan cara seperti ini”, ucap fahri memulai
pembicaraan. “Iya Al,,, awalnya aku gak mau dengan acara perjodohan ini”, ucap
zahra. “jadi sebenernya kamu ndak mau dengan ku??”, tanya fahri sedikit
menggoda zahra. “bukan gitu Al,, aku ndak mau, karena aku ndak tahu kalau yang
dimaksud ayah dan ibuku itu kamu”, ucap zahra mencoba menjelaskan pada fahri.
“karena aku masih menunggumu Al,,” tambah zahra memperjelas alasannya. Fahri
tersenyum, damai rasanya mendengar kata – kata itu dari zahra. “Ara,,, te
amo”, ucap fahri singkat sambil memandang zahra dengan rasa sayang yang
tulus. Zahra tersenyum dan membalas tatapan fahri dengan penuh cinta “te amo
juga Al,,,”. Tanpa sadar tangan fahri hendak memegang tangan zahra.
“eits,,, tunggu dulu belum halal Al,, sabar dulu” ucap zahra menghentikan
pergerakan tangan fahri. “hehe,, maaf lupa, hampir saja khilaf Astaghfirullah
haladzim”, ucap fahri sambil menyunggingkan senyum mautnya. Zahra pun
tersenyum melihat tingkah fahri yang sedikit salting. “Ara,,, benarkan
ucapakanku, tulang rusuk gak akan tertukar, dan ternyata kamu lah salah satu
rusukku yang hilang, dan tak akan pernah ada penggantinya, Allah juga yang
telah mempertemukan kita lagi dengan cara- Nya sendiri ”, ucapan fahri
menyejukkan hati zahra. “oh ya,, ini aku kembalikan sapu tangan kamu Al, aku
sudah tidak membutuhnya lagi untuk menghapus air mataku, karena aku sudah punya
tanganmu yang akan selalu menghapus air mataku yang jatuh kelak”, ucap zahra
sambil mengulurkan sapu tangan. Fahri memandang zahra penuh cinta, di ikuti
zahra. Dan mereka saling berpandangan.
“hayo,,, ndak boleh terlalu sering berpandangan, belum halal, sebentar lagi le,,
seng sabar”, ucap ibu fahri sambil melangkah mendekati fahri dan zahra
diikuti oleh ayah fahri dan orangtua zahra. “haduh,, pak hasan,,, putra mu
sudah tidak sabar kayaknya”, gurau ayah zahra. Diiringi gelak tawa penuh
kebahagian diantara dua keluarga besar itu.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar